|
|
Kenapa Gempa 7,9 SR Tidak Memunculkan Tsunami Dahsyat? |
Sabtu, September 15, 2007 |
Alarm peringatan tsunami berbunyi saat gempa berkekuatan 7,9 SR mengguncang pesisir barat Pulau Sumatera. Ancaman itu begitu nyata karena pusat gempa berada di laut dengan kedalaman hanya 10 km. Warga Bengkulu dan Padang panik. Mereka pun berlarian menjauhi pantai mencari tempat yang lebih tinggi. Namun setelah beberapa lama, peringatan tsunami dicabut. Gelombang pasang yang tercatat di pesisir Padang hanya setinggi 90 cm. Pertanyaan pun timbul, kenapa gempa berkekuatan lebih kecil 6,5 SR dapat menimbulkan tsunami di Pantai Pangandaran, Jawa Barat, pada 17 Juli 2006. Sedangkan kali ini tidak? Rasa syukur pun terucap. Tapi fenomena ini butuh penjelasan agar di kemudian hari peringatan tsunami mempunyai presisi yang lebih tinggi. Peneliti Irwan Meilano yang sehari-hari beraktivitas di Pusat Penelitian Seimologi, Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Universitas Nagoya, Jepang, mencoba untuk menjelaskan fenomena ini. Irwan mengungkapkan ada 2 syarat yang luput, sehingga tsunami di pantai Padang dan Bengkulu tidak sedahsyat di Aceh atau Pangandaran. Irwan menjelaskan gelombang tsunami terbentuk sebagai akibat pengkatan vertikal dari kerak bumi sebagai akibat dari penyesaran naik (thrust faulting) dari gempa. Pada gempa Bengkulu 2007, tsunami yang dihasilkan tidaklah setinggi gempa Pangandaran 2006, yang memiliki magnitud lebih kecil. Hal ini disebabkan karena bidang sumber dari gempa Bengkulu berjarak relatif jauh dari lokasi transisi lempeng (trench). "Sehingga gerak penyesaran naik pada transisil lempeng tidaklah besar," ujarnya. Lebih lanjut, Irwan mengatakan sumber gempa (jarak 100 km dari transisi lempeng) kedalaman laut sangatlah dangkal, yaitu kurang dari 1500 m. Hal ini diperlihatkan dengan adanya barisan kepulauan di utara sumber gempa (Kepulauan Mentawai) dan Pulau Enggano di selatan. "Pada laut yang dangkal, walaupun terdapat pengangkatan vertikal, tetapi karena volume air yang terangkat sedikit, maka tidak efektif dalam menghasilkan tsunami yang tinggi," bebernya. Dalam kaidah ilmu gempa bumi (seismologi), menurut Irwan, gempa tsunami (tsunami earthquake) sering disebut juga dengan gempa perlahan (slow earthquake). Hal ini disebabkan karena ciri khas dari gempa tsunami, yaitu proses robeknya bidang gempa sangatlah perlahan apabila dibandingkan dengan gempa pada umumnya. Kecepatan robeknya bidang gempa untuk gempa Bengkulu 2007 yaitu 2.5-3 km/detik, dengan lamanya proses gempa yaitu 90 detik. Sedangkan gempa Pangandaran yaitu 0.5-1.5 km/detik. Gempa Nias tahun 2005 lebih cepat lagi yaitu 2.7-3.3 km/detik, sedangkan gempa Aceh yaitu 1.8-3.2 km/detik. "Sehingga gempa di perairan Bengkulu tidak dapat dikategorikan sebagai slow earthquake," terang Irwan. Persayaratan gempa yang dapat menghasilkan tsunami adalah: 1. Mekanisme penyasaran naik (vertikal); 2. Memiliki magnitud lebih dari 7 SR; 3. Kecepatan robeknya gempa yang perlahan; dan 4. Berada dalam kedalaman yang dangkal (berlokasi dengan transisi lempeng. "Pada gempa Bengkulu tanggal 12 september 2007 lalu, syarat ke 3 dan ke 4 tidak terpenuhi. Sehingag walaupun menghasilkan gelombang tsunami, ketinggian gelombang tersebut jauh lebih rendah dari gempa pangandaran 2006," pungkas Irwan.
sumber: detik.com |
ditulis oleh: Sang Fajar @ 9/15/2007 09:47:00 AM  |
|
|
|
Tentang Aku |
Name: Sang Fajar
Home: Bojonegoro, Yogya, Papua, Jatim - DIY - Papua, Indonesia
About Me: Bagi mereka yang merasa berjasa, aku hanyalah sampah. Bagi mereka yang merasa intelek, aku hanyalah pembual. Bagi mereka yang merasa suci, aku hanyalah kotoran. Bagi mereka yang merasa terhormat, aku tak lebihnya seperti orang jalanan. Bagi mereka yang merasa pernah mengenalku, aku sepertinya sudah tak ada. Namun diantara semua anggapan yang pernah ada, semua tentang aku ada karena anggapan-anggapan yang pernah ada......
Data Lengkap
|
Tulisan Terdahulu |
|
Arsip |
|
Links |
|
Facebook |

|
|